14 Februari 2011

Lahan Kantor Bupati Padang Pariaman—tak lebih dari 5 meter dari pondasi, telah longsor sedalam 30 meter lebih. Areal parkir pun telah anjlok


Padang Pariaman, Trans – Akibat survey perencanaan pembangunan diduga tidak akurat, kini bangunan Kantor Bupati Padang Pariaman yang menghabiskan biaya puluhan miliar terancam erosi, bahkan terancam roboh akibat gerusan air hujan yang terus menerus.Dari pantauan Koran Transaki, Minggu (7/11) lalu, kondisi kantor pemerintah yang super megah yang terletak di Bukit Aneh, Korong Pasa Dama, Kanagarian Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung itu, cukup menakutkan. Di sekeliling kantor tersebut telah terlihat dampak gerusan air sedalam lebih kurang 20 meter.

Lebih mencemaskan lagi pondasi di salah satu sudutnya bangunan kantor bupati telah tergantung.Selain itu, jalan menuju kantor yang sudah hancur lebur akibat geruan air hujan, dengan tanjakan yang cukup tinggi. Sekeliling areal perkantoran sudah menunjukan tanda tanda kehancuran. Sebab, areal yang dijadikan lahan kantor tak lebih dari 5 meter dari pondasi telah longsor sedalam 30 meter lebih. Areal parkir pun telah anjlok.Jika petinggi-petinggi Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman tetap memaksakan untuk tetap melanjutkan pembangunan kantor bupati itu, bukan tidak mungkin akan terjadi kuburan massal para pegawai negeri sipil.Sebab, di sekeliling kantor bupati terdapat dataran rendah, yakni di hulu sungai Batang Tapakis yang tadinya merupakan lahan masyarakat yang produktif, kini sudah menjadi lautan pasir seluas ratusan hektar. Dampak dari pembangunan kantor super megah itu bagi masyarakat Korong Pasa Dama dan Hilalang Gadang, kehilangan mata pencarian sebagai petani padi.Ada indikasi, terseoknya pembangunan kantor bupati Padang Pariaman akibat perncanaan pembangunan tidak matang .

Hasil survey dan studi kelayakan yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) serta Dinas Pekerjaan Umum selaku pelaksana tekhnis tidak akurat dan faktual. Sebab, Bukit Nanas yang dijadikan sebagai kantor bupati adalah bukit pasir yang gampang tergerus air dan rawan longsor.Secara hukum alam, pembangunan kantor bupati sangat dikhawatirkan ketahanannya. Bayangkan sebuah bangunan raksasa yang memiliki bobot ratusan ton terletak di areal perbukitan yang arealnya tak lebih dari 2 hektar dengan ketinggian tebing curam 35 meter lebih, tanpa memiliki tanah kuning sebagai alat perekat.Sistem perencanaan dan desain awal tidak sesuai dengan kultur tanah, sehingga akan mengakibatkan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman akan mengalami kerugian yang cukup besar, akibat ulah oknum Bapeda dan Dinas Pekerjaan Umum yang melakukan perencanaan dengan ‘sistem tembak di belakang meja’.
Perampasan Lahan MasyarakatKendala lain yang menyebabkan terseoknya pembangunan kantor bupati, karena adanya perampasan lahan masyarakat yang dilakukan panitia pembebasan lahan, dengan menggunakan kekuasaan. Hal itu tebukti dari protes rakyat yang dilakukan oleh Ibburahim Tanjung serta puluhan masyarakat lainnya. Mereka menuntut hak atas perampasan lahan mereka.Sebab, menurut ketentuan perundang-undangan bahwa pembangunan yang dilaksanakan pemerintah harus mengutamakan kepentingan masyarakat, apalagi di daerah Minang Kabau status kepemilikan tanah diatur ketentuan adat yang diwarisi secara turun menurun menurut suku.“Artinya, musyawarah antar suku dan kaumlah yang diutamakan di Minang Kabau. Sistem otoriter tidak dapat dilakuakan di Kabupaten Padang Pariaman,” kata salah seorang tokoh adat yang tidak mau disebutkan namanya.Berdasarkan UUD 1945, tanah, air, udara, beserta isinya adalah milik negara yang dipergunakan untuk kepentingan rakyat. “Amanat undang-undang ini tidak dilaksanakan oleh para oknum pejabat yang terlibat dalam pembebasan lahan untuk pembangunan kantor bupati maupun jalan menuju kantor bupati, dan tidak mencerminkan keberpihakan masyarakat keci.

Sumber : http://korantrans.wordpress.com/page/3/

Tidak ada komentar: